Sabtu, 16 Maret 2013

Di ujung senja ( Bab III)

Cerita sebelumnya...
Tari begitu senang mendapatkan Buku Diary milik kakaknya. Tapi dia kecewa karena buku itu tidak sesuai dengan harapannya. Sebuah tanda tanya pun muncul..
Apa mungkin buku yang saat ini dia pegang ini sebenanrnya bukan buku yang ia cari?

III  MEMORI YANG HILANG

Suatu hal yang aneh. Kenapa aku duduk di kursi  taman ini. Seolah ada yang mendorongku untuk selalu datang ke tempat ini. Aku ingat, tadi siang Bu Diah berkata:"Tari, aku sangat yakin kalau buku diary kakakmu itu terisi penuh. Maafkan ibu, Tari. Ibu sudah berbohong padamu. Sebenarnya Ibu sudah membaca buku diary kakakmu. Tapi itu terjadi setelah kakakmu meninggal. Ibu begitu penasaran ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan kakakmu. Makanya untuk melampiaskan rasa penasaran ibu, ibu membacanya. Maafkan ibu, ya Tari!"kata Bu Diah dengan penuh penyesalan.
Aku terdiam. 
"Tari...maafkan Ibu!"kata Bu Diah. Kali ini matanya berkaca-kaca.
"Sudahlah, Bu. Yang ingin Tari tanyakan. Kenapa Buku diarynya tidak seperti yang ibu katakan?"tanyaku penasaran
"Maksud Tari apa?"
"Yah, waktu Tari buka bukunya. Disana hanya berisi selembar saja. Apa ibu tidak salah ngasih buku?"tanyaku
"Itu tidak mungkin. Ibu tidak mungkin salah ngasih buku. Bukunya Ayu ya itu. Ibu tahu persis."katanya sambil mengerutkan kening. Sepertinya Bu Diah sedang berfikir.
"Apa mungkin..."katanya menebak
"Apa, Bu!"tanyaku
"Ah, tidak."katanya.
"Maksud ibu apa? Tidak apanya, Bu. Tolong! Beritahu Tari apa yang Ibu fikirkan?"tanyaku memaksa.
"Waktu ibu membuka laci dimana buku itu ibu simpan. Letak buku itu sudah berubah. Ibu sangat teliti kalau menaruh sesuatu. Tidak mungkin ibu salah."katanya
"Apa maksud ibu, buku itu ada yang menukar?"tanyaku penasaran
"Tapi...sewaktu ibu pulang kemarin. Laci itu masih terkunci. Kalau ada yang membuka pasti sudah rusak. Kuncinya kan selalu ibu bawa kalau bepergian karena disana juga ada barang-barang berharga ibu."katanya menjelaskan.
"Berarti ada yang punya kunci serepnya. Atau ada yang ahli membuka kunci tanpa harus memakai kuncinya..."tebakku. Kami sama-sama berfikir. 
"Tapi..sekarang tidak penting. Yang Tari inginkan adalah  hanya ingin tahu apa yang di tulis Kak Ayu di buku itu. Bisa ibu jelaskan pada saya?"
"Baiklah."Kata Bu Diah.
Tok..tok..
Seorang suster rumah sakit masuk. 
"Maaf, mba.."kata Suster itu. Dia membawa nampan berisi nasi dan pelengkapnya. 
Saat bersamaan, Pak Ruslan dan dua anaknya beserta seorang perempuan berkerudung masuk. 
"Oh! Dik Tari, to..sudah lama kesini?"tanya Pak Ruslan.
"Baru sekitar sepuluh menit, Pak."kataku. Ada mereka, aku menjadi tak nyaman ingin menanyakan lagi perihal buku diary Kak Ayu pada bu Diah.
"Ceritanya besok saja ya, Ri. Ibu janji..."kata Bu Diah meyakinkan. Aku mengerti. Aku memutuskan untuk pulang. Aku lalu berpamitan dan berjanji akan datang lagi esok. 
Senja menorehkan warna jingganya yang menawan. Aku mulai beranjak dari taman itu. Warna indah senja yang terhampar di hadapanku tak mampu menghapus rasa penasaranku. 
Saat aku hendak menuntun sepeda motorku, handphoneku berdering. Nama Leni tertera disana.
"Assalamu'alaikum..."sapa Leni
"Wa'alaikum salam, Len."
"Kamu dah dapat kabar belum kalau Bu Diah meninggal.."
Aku terpaku. Jantungku seperti berhenti berdetak..
"Meninggal?"gumamku tak percaya. Aku seperti mau roboh. Bu Diah memang bukan orang terdekatku. Tapi dia amat penting bagiku. Dialah sumber informasiku tentang Kak Ayu. Aku jadi frustasi. Beberapa jam lalu aku masih memiliki harapan. Seketika harapan itu buyar begitu saja.
"Tari? Kamu masih disana? Halo...Tari...Kau.."
"Eh, iya, Len..Inalillahi wainnaillaihi roji,un..."Kataku terbata. Aku menyeka air mataku.
"Besok kita kesana pagi-pagi, ya. Huhh..Kasihan sekali keluarga Bu Diah. Rumahnya baru saja terbakar. Sekarang Bu Diahnya meninggal. Cobaan kok beruntun."kata Leni. Kata-katanya seperti melayang didepanku tanpa terekam di memoriku. Ragaku seperti berada di alam lain.
"Hei! Kamu diam saja!Kau tak mendengarkan aku!"kata Leni berteriak diseberang sana.
"Oh!" Aku terkesiap.
"Kenapa, Len?"tanyaku
"Tau, ah."katanya kesal.
"Maaf...aku masih tak percaya. Tadi siang aku nengok Bu Diah. Beliau masih baik-baik saja.."jawabku.
"Ajal seseorang mana ada yang tahu, Ri. Ya, sudah sampai ketemu besok. Aku kerumahmu pagi-pagi, ya.."
"Iya.."
"Assalamu'alaikum..."
Wa'alaikum salam.."jawabku

TO BE CONTINUED...


Sabtu, 16 Maret 2013

Di ujung senja ( Bab III)

Cerita sebelumnya...
Tari begitu senang mendapatkan Buku Diary milik kakaknya. Tapi dia kecewa karena buku itu tidak sesuai dengan harapannya. Sebuah tanda tanya pun muncul..
Apa mungkin buku yang saat ini dia pegang ini sebenanrnya bukan buku yang ia cari?

III  MEMORI YANG HILANG

Suatu hal yang aneh. Kenapa aku duduk di kursi  taman ini. Seolah ada yang mendorongku untuk selalu datang ke tempat ini. Aku ingat, tadi siang Bu Diah berkata:"Tari, aku sangat yakin kalau buku diary kakakmu itu terisi penuh. Maafkan ibu, Tari. Ibu sudah berbohong padamu. Sebenarnya Ibu sudah membaca buku diary kakakmu. Tapi itu terjadi setelah kakakmu meninggal. Ibu begitu penasaran ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan kakakmu. Makanya untuk melampiaskan rasa penasaran ibu, ibu membacanya. Maafkan ibu, ya Tari!"kata Bu Diah dengan penuh penyesalan.
Aku terdiam. 
"Tari...maafkan Ibu!"kata Bu Diah. Kali ini matanya berkaca-kaca.
"Sudahlah, Bu. Yang ingin Tari tanyakan. Kenapa Buku diarynya tidak seperti yang ibu katakan?"tanyaku penasaran
"Maksud Tari apa?"
"Yah, waktu Tari buka bukunya. Disana hanya berisi selembar saja. Apa ibu tidak salah ngasih buku?"tanyaku
"Itu tidak mungkin. Ibu tidak mungkin salah ngasih buku. Bukunya Ayu ya itu. Ibu tahu persis."katanya sambil mengerutkan kening. Sepertinya Bu Diah sedang berfikir.
"Apa mungkin..."katanya menebak
"Apa, Bu!"tanyaku
"Ah, tidak."katanya.
"Maksud ibu apa? Tidak apanya, Bu. Tolong! Beritahu Tari apa yang Ibu fikirkan?"tanyaku memaksa.
"Waktu ibu membuka laci dimana buku itu ibu simpan. Letak buku itu sudah berubah. Ibu sangat teliti kalau menaruh sesuatu. Tidak mungkin ibu salah."katanya
"Apa maksud ibu, buku itu ada yang menukar?"tanyaku penasaran
"Tapi...sewaktu ibu pulang kemarin. Laci itu masih terkunci. Kalau ada yang membuka pasti sudah rusak. Kuncinya kan selalu ibu bawa kalau bepergian karena disana juga ada barang-barang berharga ibu."katanya menjelaskan.
"Berarti ada yang punya kunci serepnya. Atau ada yang ahli membuka kunci tanpa harus memakai kuncinya..."tebakku. Kami sama-sama berfikir. 
"Tapi..sekarang tidak penting. Yang Tari inginkan adalah  hanya ingin tahu apa yang di tulis Kak Ayu di buku itu. Bisa ibu jelaskan pada saya?"
"Baiklah."Kata Bu Diah.
Tok..tok..
Seorang suster rumah sakit masuk. 
"Maaf, mba.."kata Suster itu. Dia membawa nampan berisi nasi dan pelengkapnya. 
Saat bersamaan, Pak Ruslan dan dua anaknya beserta seorang perempuan berkerudung masuk. 
"Oh! Dik Tari, to..sudah lama kesini?"tanya Pak Ruslan.
"Baru sekitar sepuluh menit, Pak."kataku. Ada mereka, aku menjadi tak nyaman ingin menanyakan lagi perihal buku diary Kak Ayu pada bu Diah.
"Ceritanya besok saja ya, Ri. Ibu janji..."kata Bu Diah meyakinkan. Aku mengerti. Aku memutuskan untuk pulang. Aku lalu berpamitan dan berjanji akan datang lagi esok. 
Senja menorehkan warna jingganya yang menawan. Aku mulai beranjak dari taman itu. Warna indah senja yang terhampar di hadapanku tak mampu menghapus rasa penasaranku. 
Saat aku hendak menuntun sepeda motorku, handphoneku berdering. Nama Leni tertera disana.
"Assalamu'alaikum..."sapa Leni
"Wa'alaikum salam, Len."
"Kamu dah dapat kabar belum kalau Bu Diah meninggal.."
Aku terpaku. Jantungku seperti berhenti berdetak..
"Meninggal?"gumamku tak percaya. Aku seperti mau roboh. Bu Diah memang bukan orang terdekatku. Tapi dia amat penting bagiku. Dialah sumber informasiku tentang Kak Ayu. Aku jadi frustasi. Beberapa jam lalu aku masih memiliki harapan. Seketika harapan itu buyar begitu saja.
"Tari? Kamu masih disana? Halo...Tari...Kau.."
"Eh, iya, Len..Inalillahi wainnaillaihi roji,un..."Kataku terbata. Aku menyeka air mataku.
"Besok kita kesana pagi-pagi, ya. Huhh..Kasihan sekali keluarga Bu Diah. Rumahnya baru saja terbakar. Sekarang Bu Diahnya meninggal. Cobaan kok beruntun."kata Leni. Kata-katanya seperti melayang didepanku tanpa terekam di memoriku. Ragaku seperti berada di alam lain.
"Hei! Kamu diam saja!Kau tak mendengarkan aku!"kata Leni berteriak diseberang sana.
"Oh!" Aku terkesiap.
"Kenapa, Len?"tanyaku
"Tau, ah."katanya kesal.
"Maaf...aku masih tak percaya. Tadi siang aku nengok Bu Diah. Beliau masih baik-baik saja.."jawabku.
"Ajal seseorang mana ada yang tahu, Ri. Ya, sudah sampai ketemu besok. Aku kerumahmu pagi-pagi, ya.."
"Iya.."
"Assalamu'alaikum..."
Wa'alaikum salam.."jawabku

TO BE CONTINUED...


 

Designed by Simply Fabulous Blogger Templates \ Provided By Free Website Templates | Freethemes4all.com

Free Website templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates